Submitted by admin on
Mon, 06/03/2013 - 10:12
MENYAMBUT
KURIKULUM 2013
Oleh:
IDRIS APANDI, M.Pd
(Widyaiswara Lembaga Penjaminan
Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat)
Setelah pembahasan yang cukup alot akhirnya 27
Mei 2013 DPR menyetujui Kurikulum 2013 yang secara resmi akan diberlakukan pada
tanggal 15 Juli 2013. Anggaran kurikulum yang pada awalnya 2,4 trilyun menjadi
Rp 829 milyar. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memangkas
habis jumlah sekolah sasaran kurikulum 2013 baik jenjang Sekolah Dasar (SD)
hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Awalnya pihak kementerian menetapkan
sekitar 32.295 sekolah tapi kemudian dikurangi menjadi 6.410 sekolah dan saat
ini berkurang lagi menjadi 6.325 sekolah. Sekolah yang diprioritaskan menjadi
sasaran pelaksanaan kurikulum 2013 adalah sekolah eks RSBI dan yang
terakreditasi A yang dinilai memiliki SDM dan infrastuktur yang memadai. Walau
demikian, ke depan kurikulum 2013 harus bisa diimplementasikan untuk semua
sekolah.
Dalam perjalanannya, Indonesia sudah 11
(sebelas) kali melakukan pengembangan kurikulum, yaitu tahun 1947, 1964, 1968,
1973, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006, dan 2013. Tema kurikulum 2013 adalah
“kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif,
inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan Pengetahuan yang
terintegrasi.” Kurikulum 2013 diimplementasikan secara bertahap dan terbatas.
Bertahap maksudnya dilaksanakan pada kelas-kelas tertentu pada setiap jenjang
melaksanakan kurikulum 2013. Dan terbatas maksudnya sekolah sasarannya terbatas.
Pada tahun ini kurikulum 2013 diimplementasikan pada Kelas I dan IV SD/MI,
kelas VII SMP/MTs, dan kelas X SMA/MA. Tahun 2015 ditargetkan semua sekolah
memberlakukan kurikulum 2013.
Pasal 1 ayat 19 Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan jantungnya
pendidikan (heart of education). Negara-negara maju rata-rata
memiliki kurikulum pendidikan yang berkualitas, sesuai dengan kebutuhan, dan
selalu mengikuti perkembangan zaman. Ciri khas sebuah lembaga pendidikan tidak
lepas dari kurikulum yang dijalankannya.
Berbagai kritik terhadap kurikulum 2006 atau
KTSP mencoba disikapi dan diakomodir dengan lahirnya kurikulum 2013.
Kritik-kritik tersebut antara lain, mata pelajaran yang terlalu banyak, kurang
relevan dengan kebutuhan dan pola berpikir peserta didik, sudah kurang sesuai
dengan tuntutan zaman, terlalu menekankan aspek kognitif sementara aspek
afektif dan psikomotornya kurang diperhatikan. Oleh karena itu, pada kurikulum
2013, ada penyederhanaan mata pelajaran. Mata pelajaran TIK tidak lagi menjadi
mata pelajaran tersendiri tetapi menjadi alat (tool) bagi guru dalam menyajikan
materi pembelajaran. Mata Mulok bahasa daerah juga digabungkan pada mata
pelajaran seni, budaya, dan prakarya. Tapi pemerintah juga memberikan
keleluasaan kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum sekolah karena
struktur kurikulum yang disusun pemerintah merupakan kurikulum minimal.
Rendahnya kompetensi guru dalam
mengimplementasikan KTSP juga menjadi salah satu bahan sorotan. Tidak bisa
dipungkiri bahwa pada KTSP sekolah/ guru diberikan kebebasan untuk menyusun
silabus dan RPP sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing sekolah, tapi
dalam kenyataannya tidak semua guru memiliki kompetensi dan komitmen untuk
menyusun silabus dan RPP. Kemudian pertanyaan yang muncul adalah jika memang
kompetensi gurunya yang rendah, mengapa kurikulumnya yang harus diubah? Bukan
kompetensi gurunya yang ditingkatkan. Guru adalah ujung tombak implementasi
kurikulum. Sebaik apapun kurikulumnya, sangat tergantung kepada kompetensi dan
komitmen gurunya karena kurikulum dalam artian sebuah dokumen tidak bisa
berkontribusi banyak terhadap terhadap peningkatan mutu pendidikan jika tidak
dioperasionalkan oleh guru.
Fakta di lapangan memang ada guru yang sejak
dia mengajar sampai dengan pensiun sangat jarang bahkan sama sekali tidak
pernah mendapatkan pelatihan sehingga kompetensinya tidak pernah diupgrade. Akibatnya, kompetensi, pola
pikir, dan strategi mengajarnya tidak meningkat. Penulis melihat sebenarnya
sudah ada upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru melalui berbagai
program antara lain melalui pemberdayaan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tetapi mungkin belum bisa menjangkau
semua guru karena keterbatasan anggaran. Selain itu, program yang dilaksanakan
juga masih bersifat temporer melalui blockgrant, kurang berkelanjutan, dan
kurang dikontrol dengan baik sehingga ketika dana blockgrant habis, maka kegiatan
KKG/MGMP menjadi relatif vakum kembali.
Pengembangan kurikulum diperlukan untuk
menyikapi berbagai tantangan baik internal maupun eskternal. Tantangan internal
meliputi pemenuhan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP) khususnya yang
berkaitan dengan Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Kelulusan, dan
Standar Penilaian Pendidikan. Keempat standar tersebut terkait dengan
kurikulum. Sementara keempat SNP lainnya seperti; standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar pengelolaan, standar sarana dan prasarana, dan standar
penilaian pendidikan saat ini juga tengah ditingkatkan melalui program-program
lain.
Bonus demografi Indonesia dimana pada tahun
2020-2035 Indonesia akan memiliki penduduk yang berusia produktif juga perlu
mendapatkan perhatian khususnya mempersiapkan pendidikan yang berkualitas bagi
generasi masa depan Indonesia. Selain itu, Indonesia saat ini dihadapkan pada
berbagai masalah sosial-kebangsaan seperti rendahnya daya saing, korupsi,
kemiskinan, pengangguran, tawuran, konflik SARA, penyalahgunaan narkotika, seks
bebas, pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Semua masalah tersebut perlu
diatasi melalui peningkatan kualitas pendidikan.
Tantangan eksternal antara lain, perkembangan
IPTEK, globalisasi, hasil survei lembaga-lembaga internasional tentang kualitas
pendidikan Indonesia yang masih rendah menjadikan kita harus terus berbenah
diri supaya Indonesia bisa bersaing, tidak terus tertinggal dengan
bangsa-bangsa lain. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International TIMSS
(Trends in International Mathematics and Science Study)
dan PISA (Program for International Student Assessment) sejak
tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak
menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA yang
hanya menduduki peringkat empat besar dari bawah. Penyebab capaian yang rendah
ini antara lain adalah karena banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan
PISA tidak terdapat di kurikulum Indonesia.
Struktur Kurikulum 2013
Pada draft Kurikulum 2013 yang dikeluarkan
oleh Kemdikbud, Struktur kurikulum 2013 sebagai berikut:
A. Struktur Kurikulum SD/MI
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
Kelompok A
|
|
1.
|
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
|
5
|
5
|
6
|
4
|
4
|
4
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
8
|
9
|
10
|
7
|
7
|
7
|
4.
|
Matematika
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
6.
|
Ilmu pengetahuan Sosial
|
|
|
|
|
|
|
Kelompok B
|
|
1.
|
Seni Budaya dan Prakarya
(termasuk Muatan Lokal)*
|
4
|
4
|
4
|
5
|
5
|
5
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk Muatan Lokal)
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah Alokasi Waktu
Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
|
= Pembelajaran Terintegrasi
|
Keterangan:
*Muatan lokal dapat
memuat Bahasa Daerah
Kegiatan Ekstra
Kurikuler SD/MI antara lain:
- Pramuka (Wajib)
- UKS
- PMR
Kelompok A adalah mata pelajaran yang
memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek kognitif dan afektif
sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek
afektif dan psikomotor. Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada
keterdekatan makna dari konten Kompetensi Dasar IPA dan IPS dengan konten
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, serta
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan
III. Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri
sendiri dan kemudian diintegrasikan ke dalam tema-tema yang ada untuk kelas IV,
V dan VI.
Beban Belajar
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar
setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD/MI
kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk kelas IV, V, dan
VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/MI adalah 35 menit.
B. Struktur Kurikulum
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU
|
VII
|
VIII
|
IX
|
Kelompok A
|
|
1.
|
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
6
|
6
|
6
|
4.
|
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
5
|
5
|
5
|
6.
|
Ilmu pengetahuan Sosial
|
4
|
4
|
4
|
7.
|
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
Kelompok B
|
|
1.
|
Seni Budaya
(termasuk Muatan Lokal)*
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk Muatan Lokal)
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Prakarya
(termasuk Muatan Lokal)
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah Alokasi Waktu
Per Minggu
|
38
|
38
|
38
|
Keterangan:
*Muatan lokal dapat
memuat Bahasa Daerah
Ekstra Kurikuler SMP/MTs antara
lain:
- Pramuka (Wajib)
- OSIS
- UKS
- PMR
Kelompok A adalah mata pelajaran yang
memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek kognitif dan afektif
sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek
afektif dan psikomotor. Seni Budaya dan Prakarya menjadi dua mata pelajaran
yang terpisah. Untuk seni budaya, didalamnya terdapat pilihan yang disesuaikan
dengan minat siswa dan kesiapan satuan pendidik dalam melaksanakannya.
IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata
pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan
disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan
kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap
peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam.Disamping itu,
tujuan pendidikan IPS menekankan pada pengetahuan tentang bangsanya, semangat
kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam
ruang atau space wilayah NKRI. IPA juga
ditujukan untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta
pengenalan berbagai keunggulan wilayah nusantara.